Followers

Diberdayakan oleh Blogger.
  •  Pendiri Yayasan Pondok Pesantren Fajrul Hidayah Batujai (Sebelah Kanan)
  •  Ketua Dewan Pembina Yayasan Pondok Pesantren Fajrul Hidayah Batujai
  • Mantan Rois Aam Tanfiz Yayasan Pondok Pesantren Fajrul Hidayah Batujai
  •  Kepala Sekolah Madrasah Aliyah Fajrul Hidayah Batujai
  • Salah Satu Bangunan tempat para Siswa-siswi belajar
  • Salah Satu Bangunan tempat para Siswa-siswi belajar
  • Bangunan Kelas  sebelah Utara dan Musolla
  • Bangunan Kelas  sebelah Utara dan Musolla
  • Kemah Pramuka yang di adakan di Tomang-omang
  • Pelaksanaan Bedah Buku yang di adakan di Madrasah Aliyah Fajrul Hidayah
  • Pelaksanaan Bedah Buku yang di adakan di Madrasah Aliyah Fajrul Hidayah
  •  Penerimaan Siswa Baru
  •  Kegiatan Penanaman 1000 Pohon di  BIL (Bandara Internasional Lombok) yang dilakukan oleh semua siswa-siswi Yayasan Pondok Pesantren Fajrul Hidayah Batujai
  •  Penanaman Pohon
  •  Kegiatan Penanaman 1000 Pohon di  BIL (Bandara Internasional Lombok) yang dilakukan oleh semua siswa-siswi Yayasan Pondok Pesantren Fajrul Hidayah Batujai
  •  Pelatihan penggunaan Internet Sehat dan Aman oleh Relawan TIK NTB Bekerja sama dengan MPLIK (Mobil Pusat Layanan Internet Kecamatan)
  •  Pelatihan penggunaan Internet Sehat dan Aman oleh Relawan TIK NTB Bekerja sama dengan MPLIK (Mobil Pusat Layanan Internet Kecamatan)
  •  membiasakan siswa – siswi gemar membaca setiap saat
  • Kemah Pramuka MTs dan MA Fajrul Hidayah Batujai
  • Kemah Pramuka MTs dan MA Fajrul Hidayah Batujai
  • Kemah Pramuka MTs dan MA Fajrul Hidayah Batujai
  • TGH.Abdul Hamid(almarhum)

    Pendiri Yayasan Pondok Pesantren Fajrul Hidayah Batujai (Sebelah Kanan)

ANAK DIDIK KU NAKAL.....???

Oleh mafajrul 10 Januari 2013


Sekolah merupakan lembaga pendidikan bukan lembaga pengadilan yang bertugas untuk memberi hukuman kepada siswa yang melakukan kesalahan. Oleh karena itu, semua yang dilakukan oleh seorang guru di sekolah hendaknya dapat dimaknai sebagai bagian dari proses pendidikan, termasuk di dalamnya ketika harus memberikan sanksi (hukuman) kepada siswa yang melakukan sebuah kesalahan.
Siswa yang bersalah memang harus diberi sanksi atau hukuman yang sesuai supaya dapat menimbulkan efek jera, baik bagi siswa yang bersangkutan maupun bagi siswa lain. Oleh sebab itulah, dalam memberikan sanksi kepada siswa sesungguhnya bukan merupakan persoalan yang sederhana. Karena di satu sisi, hukuman yang diberikan kepada siswa harus dapat “membebani” siswa untuk memberikan efek jera, tapi di sisi lain hukuman tersebut juga harus tetap berada dalam koridor proses pendidikan.

Mendidik
Pola pendidikan yang diterapkan di sebagian sekolah atau lembaga lebih cenderung melihat kesalahan anak didik adalah racun buat anak didik yang lain. Sebab ditakutkan akan mempengaruhi siswa-siswa yang sehingga dengan berbagai cara para guru memberikan sanksi fisik yang membuat anak didik itu trauma bahkan merasa di anak tirikan di sekolah tersebut. Sehingga yang terjadi adalah setiap peserta didik yang melakukan sebuah kesalahan maka akan langsung ditindak dan dihukum. Hal tersebut pada akhirnya akan membuat anak didik menjadi seorang yang penakut, tidak memiliki kreatifitas serta akan menjadi seoarang yang tidak bertanggung jawab dalam melakukan sesuatu.
Ketika seorang siswa melakukan kesalahan, seharusnya tugas seorang guru adalah memberi tahu apa yang salah, menasehati serta membantu siswa memperbaiki kesalahan tersebut. Dengan begitu, siswa akan belajar dari kesalahan yang telah ia perbuat. Akan tetapi jika telah dibimbing, peserta didik tetap melakukan kesalahan yang sama, maka siswa perlu ditindak dengan tegas dengan diberi sanksi (hukuman).
Hukuman yang diberikan kepada siswa tentu harus mendidik dan bisa membuat jera siswa tersebut. Diantara sanksi yang mendidik misalnya guru dapat menyuruh siswa yang berbuat salah untuk membaca buku di perpustakaan sekolah lalu meringkasnya. Hal tesebut disamping dapat membangun budaya baca siswa, tentu saja siswa dapat menambah wawasan keilmuan siswa. Jika kesalahan yang dilakukan oleh siswa bersifat kolektif, maka guru dapat memberikan hukuman misalnya para siswa diminta untuk membersihkan ruang kelas secara bergotong royong. Disamping mengajarkan siswa untuk cinta kebersihan, hukuman ini juga sangat baik untuk membangun kerjasama dan kebersamaan.
Saat ini hukuman fisik tidak relevan lagi diterapkan disekolah, selain dilarang, hal tersebut bisa menimbulkan trauma bagi siswa. Guru profesional tentu dapat mengetahui perbedaan karakter masing-masing siswa, sehingga ketika siswa melakukan kesalahan guru dapat menakar sanksi yang akan diberikan. Hukuman tersebut tidak boleh membuat malu siswa, karena hukuman yang memperlakukan justru dapat membangkitkan dendam dan berpotensi membuat siswa membuat kesalahan lain yang lebih besar.
Tugas seorang guru memanglah lengkap dalam segala hal baik manajemen sekolah, kepengurusan, hingga sebagai orang tua ke dua setelah orang tua/wali murid peserta didik. Seandainya seorang peserta didik itu sudah dikenal anak nakal atau sudah tidak bisa diurus oleh sekolah apakah sebuah jaminan lagi jika anak didik tersebut dipindahkan atau dikeluarkan dari sekolah agar dia lebih baik lagi dalam prestasi atau prilaku kesehariannya.
Sebuah lembaga atau sekolah dikatakan berhasil mendidik ketika semua peserta didik baik dalam peningkatan prestasi dan sikap prilaku sopan santun di sekolah atau di luar sekolahnya. Namun yang terlihat disebagian sekolah malah melupakan hal itu yaitu mencoba mengadakan pendekatan emosional kepada siswa-siswi yang dikatakan “NAKAL”.
Mari kita mengenali apa itu hukuman dan konsekuensi menurut beberapa tulisan yang saya baca :

Hukuman
1.      Menjadikan siswa sebagai pihak yang tidak punya hak tawar menawar dan tidak berdaya. Guru menjadi pihak yang sangat berkuasa. Ingat “Power tends to corrupt”
2.      Jenisnya tergantung guru, apabila hati guru sedang senang maka siswa terlambat pun tidak akan dikunci diluar.
3.      Bisa dijatuhkan berlipat-lipat derajatnya  terutama bagi siswa yang sering melanggar peraturan.
4.      Guru cenderung memberi cap buruk bagi anak yang sering melanggar.
5.      Sifatnya selalu berupa ancaman
6.      Tidak boleh ada pihak yang tidak setuju, semua pihak harus setuju. Jadi sifatnya memaksa.

Konsekuensi
1.      Dijatuhkan saat ada perbuatan yang terjadi dan berdasarkan pada aturan yang telah disepakati.
2.      Sesuai dengan perilaku pelanggaran yang siswa lakukan.
3.      Menghindari memberi cap pada anak, dengan memberi cap jelek akan melahirkan stigma pada diri anak bahwa ia adalah pribadi yang berperilaku buruk untuk selama-lamanya.
4.      Membuat siswa bertanggung jawab pada pilihannya. Anda bisa mengatakan “Kevin kamu memilih untuk ribut pada saat bu guru sedang menerangkan maka silahkan duduk di luar selama 5 menit”. Dengan demikian anda menempatkan harga diri anak pada peringkat pertama. Bandingkan dengan perkataan ini “Kevin, dasar kamu anak tidak tahu peraturan,…. tukang ribut! Sana keluar….!




0 komentar

Posting Komentar